Assalamu'alaikum Warohmatullohi wabarokatuh !
Selamat Datang & Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Di Situs Kami
Untuk Order Cepat WA Kami ke 085710543828 Format Pemesanan Ketik: Psn#NamaProduk#Jumlah#Nama#AlamatLengkap#NoHP#Bank
Sebelum belanja di Toko Online Kami, ada baiknya agar Anda membaca terlebih dahulu menu CARA PEMESANAN & CARA PEMBAYARAN. Kami Menjamin RAHASIA ANDA, setiap Paket yang kami kirim tertutup rapat untuk umum. Harga yang Kami cantumkan di Situs ini adalah Harga Eceran. Untuk Harga GROSIR silahkan Hubungi Kami via SMS/WA ke 085710543828
Alhamdulillah sudah ribuan Paket kami kirim ke berbagai daerah di seluruh Indonesia bahkan sampai Luar Negeri

KELADI TIKUS TANAMAN PENGGEMPUR KANKER

Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme) Tanaman Penggempur Kanker

Tumbuhan merupakan organisme yang mempunyai peran penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Tumbuhan tersebut dapat digunakan dalam segala bidang seperti sebagai sumber makanan, kosmetik, ornamental dan obat-obatan. Beragam tumbuhan hidup di Indonesia, termasuk tumbuhan yang berkhasiat obat.  Tumbuhan di Indonesia tercatat lebih dari 40.000 jenis, namun baru sekitar 1.000  jenis yang telah dimanfaatkan sebagai obat (Hargono, 2000). Pemanfaatan tanaman atau bahan alam sudah dilakukan oleh manusia sejak dulu terutama untuk keperluan obat-obatan dalam rangka mengatasi masalah-masalah kesehatan (Dalimartha, 2000). Keadaan ini  sebenarnya menjadi peluang untuk mengembangkan obat tradisional sebagai  pilihan pengobatan dan pencegahan penyakit. Pemanfaatan tumbuhan sebagai  obat tradisional di Indonesia masih rendah. Keadaan kesehatan dan perekonomian  masyarakat Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara  lain seperti Malaysia dan China, sehingga pemenuhan kebutuhan obat sintetis menjadi terhambat oleh faktor biaya (Depkes RI, 2003).

Keladi tikus (Typhonium flagelliforme Lodd) bl. merupakan salah satu jenis tanaman obat yang bermanfaat dalam menyembuhkan penyakit kanker di antaranya kanker payudara dan kanker rahim (Heyne, 1987), merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak ditemui di Pulau Jawa dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 1 – 300 m di atas permukaan laut (Essai, 1986).

Keladi tikus (Typhonium flagelliforme) suku Araceae merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk mengobati penyakit kanker karena dalam tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa yang berkhasiat sebagai sitotoksik. Secara empiris dapat digunakan untuk mengobati kanker (Harfia, 2006). Keladi tikus adalah salah satu tanaman yang langka. Dimana tanaman ini sangat sulit tumbuh ditempat terbuka, biasanya tumbuh ditempat lembab yang tidak terkena sinar matahari langsung. Menurut Sudewo (2004), tumbuhan keladi tikus banyak ditemukan tumbuh liar di beberapa daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa mudah ditemukan di sepanjang pantai utara. Keladi tikus muncul pada musim hujan, tumbuh di pinggir pematang sawah, kebun-kebun kosong, serta parit-parit di pinggir jalan yang bertanah lembab dan mendapatkan cahaya matahari 60%.

Gambar 1. Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme)

Keladi tikus berdaun tunggal, berwarna hijau dan tersusun di roset, panjang daun 6-16 cm, berbentuk lonjong dengan ujung meruncing seperti tombak. Pangkal daun berbentuk jantung dan bertepi rata serta permukaan daun mengkilap. Ciri khas dari tanaman ini adalah memiliki bunga unik yang bentuknya menyerupai keladi tikus (ekor tikus). Bunganya muncul dari rosetakar, bertangkai, panjangnya 4-8 cm dan berkelopak bunga bulat lonjong berwarna kekuning-kuningan. Bagian atas kelopak memanjang 5-21 cm dan ujungnya meruncing menyerupai ekor tikus (Sudewo, 2004).

Kandungan Kimia Keladi Tikus
Kandungan kimia pada keladi tikus di antaranya adalah alkaloid, saponin, steroid, glikosida flavonoid dan triterpenoid (Syahid, 2007), namun belum diketahui bahan aktif yang spesifik pada keladi tikus yang berperan dalam menyembuhkan penyakit kanker. Menurut Huang (2004), umbi dari tanaman ini mengandung phenylpropanoid glikosida, sterol dan cerebrosida yang berfungsi sebagai anti hepatotoksik. Sedangkan Chee (2001), menyatakan bahwa ekstrak heksana dari tanaman keladi tikus menunjukan aktivitas sitotoksik yang cukup lemah dalam melawan sel-sel leukemia P388 secara in vitro. Rendahnya aktivitas sitotoksik ditunjukkan oleh fraksi polar dengan melakukan uji terhadap pertumbuhan sel-sel limfoid secara in vitro. Keladi tikus juga dipercaya dapat meringankan batuk dan asthma (Zhong, 2001). Studi etnofarmakologi yang dilakukan pada tikus juga mengindikasikan bahwa ekstrak keladi tikus mampu mencegah terjadinya hepatokarsinogenesis (Choon, 2008).

Khasiat umbi keladi tikus mampu menghambat pertumbuhan sel kanker karena diduga mengandung senyawa golongan triterpenoid. Triterpenoid bekerja dengan menghambat kerja enzim DNA. Enzim itu berperan dalam proses replikasi dan proliferasi sel kanker. Terhentinya enzim itu bekerja membuat proses dalam sel terhenti dan menyebabkan kematian sel kanker. Daun dan umbi keladi tikus selama ini telah dimanfaatkan sebagai pengobatan kanker, termasuk kanker darah (Harfia, 2006).

Umbi keladi tikus selain berperan sebagai agen antikanker, antimikrobia dan antioksidan ternyata juga mempunyai efek terhadap fungsi hati jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang relatif lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isturiningrum (2010), diketahui bahwa pemberian suspensi herbal keladi tikus dapat mempengaruhi fungsi hati yang dilihat dari aktifitas enzim amino transferase yang terdapat dalam serum darah hewan percobaan. Enzim yang digunakan dalam diagnosa penyakit hati adalah Serum Glutamate Oxalocetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamate Pyruvate Transaminase (SGPT). Pengukuran aktifitas enzim SGOT dan SGPT dalam serum dilakukan dengan pertimbangan bahwa peningkatan enzim-enzim tersebut merupakan indikasi yang kuat dan peka terhadap adanya kelainan sel-sel hati. Aktifitas enzim amino transferase meningkat pada hampir semua kegagalan hati sehingga dapat menyebabkan hati tidak berfungsi (Bahar, 1975).

Dari percobaan tersebut menunjukkan bahwa suspensi herbal keladi tikus (Typhonium flagelliforme) dapat menimbulkan efek toksik pada hepar, karena hepar merupakan salah satu organ yang paling peka terhadap zat kimia maupun zat toksik dan hepar memiliki fungsi yang sangat penting terhadap metabolisme bahan toksik sesuai dengan pernyataan Koeman (1998), bahwa hepar merupakan organ tubuh yang paling peka terhadap pengaruh bahan toksik yang disebabkan karena hepar memiliki fungsi detoksifikasi.

Menurut Syahid (2008), tanaman keladi tikus (Typhonium flagelliforme) memiliki kandungan saponin dan zat ini merupakan zat yang bersifat toksik. Menurut Nio (1989), sifat-sifat saponin adalah mempunyai rasa pahit, menghemolisa eritrosit, merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi, membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya, sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi, serta berat molekul relatif tinggi. Saponin merupakan sterol yang mengandung gula yang mengiritasi saluran pencernaan dan ketika diabsorbsi ke dalam aliran darah dapat menyebabkan ruptur sel darah merah dan kerusakan hepar.

Kandungan Kimia T. flagelliforme sebagai Agen Antikanker

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang efek ekstrak keladi tikus terhadap pertumbuhan sel-sel kanker. Dari penelitian tersebut telah diperoleh beberapa informasi diantaranya bahwa umbi dari tanaman keladi tikus dapat digunakan sebagai anti hepatotoksik karena mengandung phenylpropanoid glikosida, sterol dan cerebrosida (Huang, 2004). Sedangkan Chee (2001), menyatakan bahwa ekstrak heksana dari tanaman keladi tikus menunjukan aktivitas sitotoksik yang cukup lemah dalam melawan sel-sel leukemia P388 secara in vitro. Rendahnya aktivitas sitotoksik ditunjukkan oleh fraksi polar dengan melakukan uji terhadap pertumbuhan sel-sel limfoid secara in vitro. Studi etnofarmakologi yang dilakukan pada tikus juga mengindikasikan bahwa ekstrak keladi tikus mampu mencegah terjadinya hepatokarsinogenesis (Choon, 2008).

Penelitian tentang aktivitas ekstrak keladi tikus terhadap sel kanker yang dilakukan oleh Choon (2008) diperoleh kesimpulan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak keladi tikus dapat menginduksi terjadinya kematian sel kanker paru-paru (NCI-H23 Human Lung Cancer) dan menghambat terjadinya proliferasi sel secara in vitro. Senyawa yang berperan dalam peristiwa tersebut diduga adalah fitol yang bergabung dengan asam lemak (fatty acid). Menurut Field C.J (2004), asam lemak dapat meningkatkan sistem imun dengan cara meningkatkan proliferasi limfosit dan meningkatkan proses apoptosis sel kanker. Yo et al (2001) juga telah mengisolasi asam lemak (fatty acid) termasuk senyawa hexadecanoid acid yang dipercaya senyawa tersebut merupakan agen antikanker yang memediasi terjadinya aktivasi caspase-3 dalam proses terjadinya apoptosis. Sedangkan menurut Mohan,. S et al (2010), asam linoleat (linoleic acid) yang terkandung dalam umbi keladi tikus mampu menghambat proliferasi sel kanker leukemia secara selektif dengan cara menginduksi apoptosis (Gambar 2). Apoptosis tersebut ditunjukkan melalui ciri-ciri morfologi yang diamati yaitu terjadinya fragmentasi nukleus dan DNA dari sel-sel yang diamati. Hasil tersebut mengindikasikan secara jelas bahwa keladi tikus (T. flagelliforme) dapat digunakan sebagai obat tradisional yang berkerja melalui program kematian sel (apoptosis).

Gambar 2. Diagram hipotesis terjadinya apoptosis sel leukemia in vitro oleh T. flagelliforme (Mohan S., et al, 2010)

Berdasarkan keterangan diatas dapat diduga bahwa senyawa kimia yang terkandung dalam umbi keladi tikus dapat mempengaruhi respon imun yang ditandai dengan terjadinya peristiwa apoptosis yang diduga dilakukan oleh aktivitas sel-sel sitotoksik CD8+ (CTL) dan sel T CD4. Menurut Kresno (2003), pada banyak penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yang berperan dalam mekanisme anti tumor adalah sel T CD8. CD8+ terutama yang telah diaktifkan menjadi cytotoxic T lymphocytes (CTLs) merupakan sel yang paling berperan pada imunitas seluler kanker karena mampu menghancurkan (sitotoksisitas) apabila bertemu dengan antigen yang dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Pembunuhan oleh CTL ini terjadi dengan bantuan molekul MHC.

Daftar Pustaka

Bahar, A. 1975. Evaluasi Beberapa Pemeriksaan Laboratorium Pada Penyakit Hati. Simposium Penyakit Hati. 35-38

Chee, Y.C., L.C. Kit., W.S. Teng., H. Yukio dan T. Koichi, 2001. The cytotoxicity and chemical constituents of the hexane fraction of Typhonium flagelliforme (Araceae). J. Ethnopharmacol., 77: 129-131. DOI: 10.1016/S0378-8741(01)00274- 4.

Cheng T, Ting Chang, Sheng W, Po Jen, Ching Tai, Angel C. 2006.  Maintenance of CD8 effector T cells by CD4 Helper T cells eradicates growing tumors and promote long term immunity. J of science direct; 24 : 6199-207.

Choon, S. L., H.M.H. Rosemal, N.K. Nair, M.I.A. Majid, S.M. Mansor and V. Navaratnam, 2008. Typhonium flagelliforme inhibits cancer cell growth in vitro and induces apoptosis: An evaluation by the bioactivity guided approach. J. Ethnopharmacol., 118: 14-20. DOI: 10.1016/j.jep.2008.02.034.

Dalimartha. S. 2000. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetus Melitus. Cetakan Kelima. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ebadi, M. 2002. Pharmocodynamic Basis of Herbal Medicine, CRC Press, New York, Washington DC.

Essai, 1986. Medicinal Herbs Index in Indonesia. PT Essai Indonesia, Jakarta.

Field C.J. 2004. Evidence for potential mechanism for the effect of conjugated linoleic acid on tumor metabolism and immune function : lesson from n-3 fatty acid. Am J of Clim Nut 79: 1190-6

Heyne, 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid I. (Terjemahan Badan Litbang Kehutanan). Jakarta.

Hoesen, D.S.H., 2007. Pertumbuhan dan perkembangan tunas Typonium secara in vitro. Berita Biologi. 8(5): 413-422.

Huang, P., G. Karagianis and P.G. Waterman, 2004. Chemical constituents from Typhonium flagelliforme. Zhongyaocai., 27: 173-175. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15272778. Diakses tanggal 12 Oktober 2011

Isturiningrum, D. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Suspensi Herbal Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme) Terhadap Kadar SGOT Dan SGPT Pada  Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Skripsi Tidak Diterbitkan. Universitas Airlangga. Surabaya

Iswantini, D ., D. Irawan dan D. Syahbirin, 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak Mahkota dewa, Temu putih, Sambiloto dan Keladi tikus. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia, 12 September 2006, Institut Pertanian Bogor.

Kresno, S.B. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Ed. III, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Kresno SB. 2003. Aspek imunologi pada kanker. Nelwan et al eds. Simposium 4th Jakarta Antimicrobial Update 2003. Sub Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Mohan S., et al. 2010. In Vitro Ultramorphological Assessment of Apoptosis on CEMss Induced by Linoleic Acid-Rich Fraction from Typhonium flagelliforme Tuber. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Vol 2011:1-12. Hindawi Publishing Corporation.

Naingolan, N. 1990. Peranan Imunologi dalam bidang kedokteran, Majalah Kedokteran Indonesia.  Unversitas Sumatera Utara. Medan

Nio, Oey Kam. 1989. Cermin Dunia Kedokteran: Zat-zat toksik ada pada bahan makanan nabati. 58 (I) : p.24-28.

Ramli M. 2003. Management of breast cancer. Dalam Muktamar Nasional VI PERABOI, 18-20 September 2003, Grand Candi Hotel, Semarang.

Sudewo, Bambang. 2004. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Syahid, S. F. 2008. Keragaman Morfologi, Pertumuhan, Produksi, Mutu dan Fitokimia Keladi tikus (Typonium flagelliforme Lodd.) Blume Asal Variasi Somaklonal. Jurnal Littri VOL. 14 NO. 3, September 2008 : 113 – 118.

Syahid, S.F, 2007. Pertumbuhan, produksi, analisa mutu dan fitokimia keladi tikus (Typonium flagelliforme) asal kultur kalus. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. (Belum dipublikasi).

Tjandrawinata, R.R., S. Maat dan D. Noviarny, 2005. Effect of stan-dardized Phyllanthus niruri extract on changes in immunologic para-meters: correlation between pre-clinical and clinical studies. Medika XXXI (6) : 367-371.

Yoo, B.-H. Shin, J.-H. Hong et al., 2007. Isolation of fatty acids with anticancer activity from Protaetia brevitarsis larva. Archives of Pharmacal Research, vol. 30 (3): 361–365.

Zhong, Z., G. Zhou., X. Chen and P. Huang., 2001. Pharmacological study on the extracts from Typhonium flagelliforme. J. Chinese Med. Mater., 24: 735-738. http://grande.nal.usda.gov/ibids/index. Diakses tanggal 12 Oktober 2011

Oleh:

Desi Nurhayati

Suumber: http://jamu.biologi.ub.ac.id/?page_id=430

Tidak ada komentar:

Ingin dapat Diskon 10% untuk stiap order herbal tanpa syarat, klik Like/Suka Fanpage kami
INGAT !!! Kesembuhan hanya datang dari ALLOH subhanahu wata'ala. Manusia hanya berusaha, ALLOH-lah tempat kembalinya.